Tambang-Hutan dan Perkebunan-Laut Pesisir

Rabu, 19 Oktober 2011

Cabut WIUP PT Timah!


  • FPB dan Walhi Gelar Demo
  • 4000 Ha Hutan Diklaim PT Timah
  • Wabup Janji Tindaklanjuti

TOBOALI – Sepertinya kesabaran para petani Desa Bencah, Kecamatan Air Gegas Kabupaten Bangka Selatan, mulai terkikis menghadapi konflik sengketa lahan yang tak berkesudahan dengan PT Timah (Persero), Tbk. Rabu kemarin (19/10), kekesalan sembilan kelompok tani Desa Bencah memuncak.
Didampingi Eksekutif Daerah Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Bangka Belitung, sembilan kelompok tani Desa Bencah yang tergabung dalam Forum Petani Bencah (FPB) bersama ratusan masyarakat Desa Bencah lainnya, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Bangka Selatan (Basel).
Ratusan warga yang tiba sekitar pukul 10.00 Wib, berkumpul di sebelah kiri halaman Kantor Bupati Basel. Turut hadir dalam rombongan massa tersebut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangka Selatan, Djulaili Romli.
Mereka membentangkan spanduk dan karton bertuliskan “Selamatkan Lahan Desa Bencah dari Cengkraman PT Timah”, “Tolak Tambang TB Nudur di Desa Bencah”, dan “Realisasikan Basel sebagai Kawasan Lumbung Pangan”, dalam aksi protes kemarin.
Di penghujung orasi, FPB dan Walhi Babel melayangkan pernyataan sikap, meminta DPRD Bangka Selatan untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan agar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Tambang Timah di Desa Bencah yang pernah diterbitkan, untuk segera dicabut.
Direktur Walhi Babel, Ratno Budi menyebutkan alasannya, Desa Bencah yang terletak di Kecamatan Air Gegas Kabupaten Bangka Selatan sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Departemen Pertanian RI melalui Pemkab Basel tahun 2010 lalu telah menetapkan Desa Bencah sebagai lahan persawahan seluas 225 Ha untuk mendukung Swasembada Besar 2015.
“Namun lahan yang telah ditetapkan SID (Survey Investigation Design) Cetak sawah ini berbenturan dengan WIUP PT Tambang Timah. Padahal jelas tahun 2010 lalu Bupati Bangka Selatan telah mengeluarkan surat penghentian sementara segala aktivitas PT Tambang Timah karena masih dalam konflik,” katanya.
Ironisnya, jelas Uday sapaan Ratno Budi, meski secara tersurat diminta untuk berhenti, tapi dalam hasil investigasi Walhi ditemukan masih adanya aktivitas pembukaan areal tambang oleh PT Timah melalui perusahaan anaknya PT Tambang Timah di Desa Bencah.
Bahkan pembukaan lahan tersebut telah melebar seluas 18,4 Ha. Tidak hanya itu saja, saat ini, sisa luas hutan di Desa Bencah yang dulunya seluas 5000 Ha pun, telah diklaim oleh PT Tambang Timah seluas 4000 Ha.
Lebih jauh Uday mengatakan, hampir semua lahan tersebut telah diekstraksi menjadi kawasan pertambangan timah dan belum direklamasi, rehabilitasi atau dipulihkan sama sekali oleh PT Timah.
“Belum lagi kondisi yang sangat miris yang harus menimpa 5300 jiwa Desa Bencah yang dahulu sangat menghormati dan menjaga ekosistem aliran dan anak cabang Sungai Mang, yang kini sudah hilang. Kondisi beberapa anak Sungai Mang ternyata tidak luput dari pencemaran limbah pertambangan timah,” papar Uday.
Melihat kondisi krisis lingkungan dan penurunan fungsi hutan serta anak sungai yang semakin mengkhawatirkan itu, Forum Petani Bencah dan Walhi Babel meminta Pemkab dan DPRD Basel segera mengkaji ulang WIUP dan IUP PT Tambang Timah di Desa Bencah.
Kemudian merealisasikan program cetak sawah petani, meminta tanggungjawab PT Timah atas kerusakan hutan, sungai dan lingkungan di Desa Bencah serta mewujudkan Bangka Selatan sebagai kawasan lumbung dan swasembada pangan di Provinsi Bangka Belitung.
Uday menyesalkan persoalan sengketa lahan antara kelompok tani Bencah dan PT Timah yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun lalu, namun belum mendapat respon yang baik dari Pemkab Basel maupun PT Timah Tbk. Yang ada PT Timah terus melakukan eksploitasi di kawasan pangan Desa Bencah.
“Ini bentuk perlawanan kaum petani lantaran respon dari Pemkab Basel yang terbilang lamban. Konflik ini telah muncul sejak pertengah tahun lalu, tetapi penyelesaian belum ada. Ironisnya 93 Ha dari 225 Ha lahan cetak sawah Desa Bencah merupakan lahan 9 kelompok tani Desa Bencah, sudah mulai ditambang,” jelasnya.
Usai pendemo berorasi, Wakil Bupati Bangka Selatan Nursamsu didampingi Sekda Ahmad Damiri yang diminta pendemo untuk berdialog, datang menemui massa. Meski diguyur hujan deras, dialog Wabup dan Sekda bersama FPB dan Walhi Babel tetap berjalan.
Wabup berjanji menindaklanjuti aspirasi petani Bencah dan Walhi Babel yang meminta aktivitas tambang timah milik PT Timah di Desa Bencah dihentikan.
Selain itu, Wabup Basel dan Wakil Ketua DPRD Basel juga menandatangani kesepakatan bersama yang menyatakan, akan bersama-sama mengevaluasi tuntutan masyarakat Desa Bencah tentang konflik lahan persawahan dan pertambangan PT Tambang Timah.
Terlepas dari itu, Kamis (20/10) hari ini, akan digelar pertemuan kembali membahas konflik ini dengan mengajak Walhi Babel di gedung DPRD Basel. Pertemuan tersebut dituangkan dalam surat yang disampaikan Wakil Bupati Basel kepada Ketua DPRD Basel.
Pantauan wartawan harian ini pada aksi demonstrasi kemarin, ratusan petani tampak kesal dengan PT Timah. Mereka bahkan ada yang menghujat PT Timah serakah dan tidak lagi memikirkan rakyat kecil seperti petani. Namun aksi berjalan damai, dengan kawalan puluhan anggota Polres Basel dan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Pemkab Basel.
Untuk mengingat kembali, konflik antara Kelompok Tani Desa Bencah dan PT Tambang Timah ini bermula dari aktivitas tambang di TB Nudur yang berbenturan lokasi dengan lahan persawahan pada program ketahanan pangan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan. PT Tambang Timah melarang masyarakat melakukan cetak sawah. Sementara kelompok tani juga melarang penambangan.
Anggota DPRD Basel sudah berulangkali meminta Pemkab menghentikan sementara aktivitas eksplorasi PT Tambang Timah di TB Nudur sampai persoalan dengan Kelompok Tani Desa Bencah diselesaikan. Tujuannya agar tidak terjadi tindakan anarkis oleh kelompok tani terhadap penambangan itu.
Sebenarnya masalah ini sudah pernah terjadi sebelumnya yakni PT Timah mengklaim bahwa lokasi cetak sawah dalam SID berada di WIUP PT Timah. Dan waktu itu melalui dinas terkait sudah ada kesepakatan bahwa 75 ha lokasi cetak sawah yang berada di IUP ini direlokasi ke area lain yang memiliki struktur tanah, tingkat keasaman yang sama dengan lokasi sebelumnya.
Kala itu, PT Timah secara tidak tertulis menyanggupi untuk membantu proses pembukaan lahan sebagai bentuk Corporate Social Responsibility-nya. Namun pada proses pelaksanaannya, PT Timah justru menghentikan kelompok tani yang sedang menggarap percetakan sawah dengan dalih petani sudah masuk dan menggarap WIUP PT Timah, selain itu jumlah lahan tidak sesuai lagi dengan kesepakatan awal.
Dewan menyesalkan sikap arogansi PT Timah itu. PT Timah juga dianggap melanggar kesepakatan. Disayangkan pula lahan yang dibuka PT Timah merupakan kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai), yang menurut undang-undang tidak dibenarkan untuk ditambang. (raw/1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar