Tambang-Hutan dan Perkebunan-Laut Pesisir

Rabu, 28 Desember 2011

Nelayan Sungailiat Desak Stop Kapal Isap

  • Gusung Limbah KIP Penyebab Kapal Tenggelam
  • H.Zainal: Tokoh Nelayan Sudah Datangi Bupati
  • Kabid Humas PT Timah Bungkam
SUNGAILIAT – Dampak aktivitas kapal isap di perairan Sungailiat dan sekitarnya, kini mulai dirasakan nelayan yang semula pro penambangan di laut. Para nelayan Sungailiat yang sebelumnya menerima kompensasi atas penambangan sejumlah kapal isap itu, mulai mengeluh berkurangnya hasil tangkapan mereka.
Tidak hanya itu, limbah penambangan kapal isap pun sudah membuat nelayan celaka. Salah satu contohnya, kejadian kapal nelayan dengan nama KM Lingga yang tenggelam di perairan Karang Kering, Sungailiat hingga menewaskan 4 orang nelayan pekan lalu, ternyata disebabkan limbah penambangan kapal isap.
Limbah berupa pasir yang dihasilkan kapal isap, sudah membuat gusung atau daratan di tengah laut. Dan saat malam hari atau air laut sedang pasang, gusung itu tidak terlihat oleh nelayan, sehingga perahu nelayan sering menabraknya dan terbalik. Itu juga yang terjadi terhadap KM Lingga, terbalik dan tenggelam lantaran menabrak gusung limbah kapal isap.
Hal ini seperti pengakuan tokoh masyarakat nelayan Sungailiat, H. Zainal Abidin kepada Rakyat Pos, Selasa (27/12) kemarin. Karena itu, ia menegaskan nelayan Sungailiat kini bereaksi menolak aktifitas penambangan kapal isap yang semakin marak di wilayah perairan Sungailiat.
“Dari pengakuan korban yang selamat, kecelakaan kapal tersebut disebabkan perahu nelayan menabrak limbah kapal isap yang membentuk gusung dan pada malam hari tidak terlihat oleh nelayan. Kami juga mengharap kepada pengusaha kapal isap untuk memperhatikan permasalahan ini. Bagaimana caranya itu permasalahan perusahaan untuk memikirkan, karena adanya gusung itu sangat menganggu aktifitas nelayan di laut,” jelasnya saat ditemui di kediamannya.
Zainal juga menyesalkan aktifitas penambangan kapal isap sangat dekat jaraknya dengan daerah tangkapan nelayan. Akibatnya, nelayan kerap mengalah dan menangkap ikan sejauh 2 kali lipat dari jarak sebelum ada penambangan. Padahal dulu, apabila musim panceklik seperti sekarang ini, nelayan mengakali melaut dengan jarak 4 mil dari bibir pantai. Namun sekarang tidak bisa lagi karena terganggu aktifitas penambangan, dan ikan sudah menjauh lebih ketengah lautan.
“Nelayan sangat terganggu sekali, dulu kalau sedang musin angin kencang ini biasanya nelayan kami melaut dengan jarak dekat sekitar 3- 4 mil dari laut. Tapi sekarang tidak bisa lagi. Untuk melaut saja nelayan butuh dua kali lipat dari jarak sebelumnya,” ucap Zainal.
Diakuinya pula, selama satu tahun lebih kapal isap menambang di laut Sungailiat, kompensasi yang diberikan ternyata tidak memberikan kesejahteraan kepada nelayan.
“Dari penandatanganan kontrak dengan pengusaha kapal isap, nelayan kami sudah merasa kalau adanya penambangan dan diberikan kontribusi itu ternyata tidak dapat mensejahterakan nelayan kami. Hasil yang diberikan dari dana CSR itu tidak sepadan dengan hasil nelayan kami melaut,” katanya.
Disebutkan, kompensasi atau dana CSR kapal isap sudah 3 kali dibagikan kepada nelayan, dengan besaran bervariasi. Untuk pencarian ketiga sebanyak 3.000 nelayan mendapatkan Rp200 ribu per nelayan. Sedangkan untuk pencairan kedua turun menjadi Rp100 ribu per nelayan. Nilai ini tidak menentu karena dari perjanjian kontrak diberikan Rp1.000 per Kg dan tergantung hasil timah penambangan perusahaan.
“Nilainya memang tidak menentu, setiap tiga bulan sekali baru dicairkan. Pencairannya pada bulan kedua Rp100 ribu per nelayan, yang ketiga Rp200 ribu per nelayan. Dan yang keempat ini belum tahu jumlahnya berapa. Seribu rupiah perkilogram timah itu tergantung dari hasil kapal isap mendapatkan timah,” jelasnya.
Zainal menambahkan, dalam menindaklanjuti aspirasi seluruh nelayan yang merasa penambangan kapal isap tidak menguntungkan, ia bersama tokoh masyarakat lain beberapa waktu lalu sudah menyampaikan aspirasi menolak kapal isap kepada Bupati Bangka. Para tokoh nelayan meminta bupati segera menghentikan aktifitas kapal isap di perairan Sungailiat. Namun sayang, hingga saat ini pihaknya belum menerima tanggapan dari bupati mengenai permintaan tersebut.
“Memang tidak tahu kapan berakhirnya aktifitas KIP-KIP (kapal isap produksi) tersebut, mungkin Distamben yang mengetahui. Kami disini hanya panitia dan tidak pro KIP. Disini kami adalah nelayan dan selama satu tahun ini adanya KIP tidak memberikan nelayan kami kesejahteraan,” tegasnya.
Pihaknya sangat berharap seluruh pihak di pemda baik itu eksekutif maupun legislatif, mendengar aspirasi masyarakat nelayan dan menghentikan penambangan kapal isap. Versi Zainal, penambangan kapal isap sudah berbenturan dengan program kawasan minapolitan daerah.
“Satu tahun kami sudah merasakan bahwa penambangan tidak memberikan keuntungan. Ada juga program kawasan minapolitan yang ditargetkan untuk lebih mensejahterakan nelayan dengan hasil tangkapan ikan yang lebih banyak, itu jelas lebih menjamin kehidupan anak cucu kami dari pada penambangan yang hanya menguntungkan sejumlah pihak saja,” tukasnya.
Sayangnya, Kabid Humas PT Timah, Wirtsa Firdaus saat dikonfirmasi tentang keluhan dan desakan tokoh masyarakat agar kapal isap mitra PT Timah dihentikan, belum dapat memberikan jawaban. Ia juga tidak bisa merinci berapa banyak kapal isap yang beroperasi di Wilayah IUP PT Timah di perairan Sungailiat.
Wirtsa hanya menjawab, saat ini direksi PT Timah masih merayakan liburan Natal dan Tahun Baru sehingga belum dapat memastikan jumlah kapal isap tersebut. “Masih libur Natal, nanti salah lagi beritanya. Masalah wartawan disuap kemarin diangkat saja,” ucapnya melantur dalam balasan SMS kepada wartawan harian ini.
Namun, beberapa waktu lalu, dari hasil pengecekan PT Timah, hanya terdapat 3 unit kapal isap saja yang mengantongi IUP milik PT Timah di perairan Sungailiat. Selebihnya, kapal isap yang menambang di Kuasa Penambangan (KP) Pemda Bangka, dengan kapal isap didatangkan dari Thailand.
Tapi, salah seorang nelayan yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, saat ini PT Timah melalui mitranya sudah menghadirkan sekitar 5 unit kapal isap di perairan Sungailiat. Sedangkan pihak swasta dengan kapal isap Thailand ada sebanyak 7 unit menambang pada malam hari.
Benar saja, dari penelusuran wartawan, belasan kapal isap menambang di perairan Sungailiat tepatnya di depan Pantai Tanjung Pesona dan Pantai Tikus jika malam hari. Sementara pada siang hari hanya terlihat 4 kapal isap saja di depan Pantai Tanjung Pesona. Ironisnya lagi, kapal isap itu bila malam hari menambang tidak sampai 1 mil dari bibir pantai. Sejumlah kapal isap itu mulai hadir sejak pukul 21.00 WIB hingga menjelang dinihari. (2nd/1)

http://rakyatpos.com/headlines/nelayan-sungailiat-desak-stop-kapal-isap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar