Tambang-Hutan dan Perkebunan-Laut Pesisir

Kamis, 10 November 2011

Nelayan Usir 2 Kapal Isap


  • Tak Rela Laut Ditambang
  • Melanggar IUP Pemkab Bangka
  • IUP di Air Kantung Nambang di Bedukang

RIAU SILIP – Puluhan nelayan tradisional dari Dusun Air Hantu, Desa Deniang, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka yang getol menolak aktivitas penambangan di laut, Kamis (11/10) sore mulai bertindak tegas. Mereka mengusir 2 unit Kapal Isap Produksi (KIP) yang tengah beroperasi di perairan Bedukang sekitar pukul 16.00 WIB.
Keberadaan KIP ini memang sudah diketahui masyarakat Dusun Air Hantu sejak Rabu malam (9/11) kemarin. Nelayan yang mencurigai 2 unit KIP bernama Selamat dan Octopus itu, akhirnya melakukan pemeriksaan serta melihat kapal tersebut sedang menambang hingga mencemari perairan Bedukang.
Tak terima dengan penambangan ini, warga pun langsung memanggil Walhi Babel untuk ikut mendampingi mengusir 2 unit kapal isap tersebut. Dengan menurunkan 3 unit perahu tradisional, nelayan didampingi aktivis Wahana Lingkungan (Walhi) Babel dan Polsek Riau Silip kemudian mendatangi kapal dan mengusirnya dari perairan Bedukang.
Terpantau wartawan harian ini, 2 unit KIP tersebut berisi 27 ABK yang kesemuanya berasal dari Thailand. Tak ada satu pun yang dapat berbahasa Indonesia ketika diajak berdialog oleh nelayan. Salah satu kapten kapal hanya dapat menunjukan dokumen perizinan tambang yang ditandatangani oleh Bupati Bangka, Yusroni Yazid.
Setelah memastikan dokumen tersebut, ternyata keberadaan KIP ini sudah menyalahi aturan. KIP yang berada di koordinat 01 (derajat) 46’23″S dan 106 (derajat) 0715′E dengan jarak sekitar 3 mil lebih dari bibir pantai ini, tidak sesuai dengan IUP yang dikelurkan Bupati Bangka. Karena KIP itu berdasarkan IUP Bupati Bangka harusnya beroperasi di kawasan laut Air Kantung Sungailiat, bukan di perairan Bedukang.
Salah satu ABK kepada Direktur Walhi Babel, Ratno Budi mengatakan 2 unit KIP ini adalah milik seorang pengusaha berinisial HL. Namun karena melihat dokumen yang tidak sesuai izin, Ratno meminta kapten Kapal segera untuk pergi dari kawasan tersebut lantaran dinilai sudah melanggar IUP.
Kepada Rakyat Pos, Ratno mengatakan, aktifitas penambangan yang dilakukan KIP Selamat dan KIP Octopus itu sudah melanggar izin. Pihak pemerintah daerah dinilai sudah kecolongan atas akifitas penambangan yang merugikan masyarakat nelayan ini. Untuk itu diharapkan pihak kepolisian harus menjerat pemilik KIP dengan proses pidana.
“Keberadaan KIP ini tidak sesuai IUP yang dikeluarkan pada tahun 2010 lalu. Dalam IUP tertulis izin penambangan dilakukan di kawasan perairan Air Kantung yang masuk dalam KP Pemda, namun pada nyatanya pihak pengelola merambah kawasan perairan Bedukang. Ini harus segera ditindaklanjuti. Sudah saatnya hukum berbicara kebenaran,” tegas Ratno.
Uday sapaan Ratno menyebutkan aksi penolakan masyarakat nelayan Air Hantu ini mendapat apresiasi dari Walhi Babel. Karena setidaknya kepedulian nelayan sebagai wujud untuk menjaga lingkungan dari kerusakan aktifitas penambangan berskala besar. Lebih apresiatif lagi, penolakan masyarakat Dusun Air Hantu ini bertepatan dengan Hari Peringatan Korban Tambang oleh korporasi yang diperingati seecara nasional.
Salah seorang tokoh masyarakat Dusun Air Hantu yang ikut mengusir 2 KIP itu, menjelaskan masyarakatnya sejak dulu tetap keras menolak penambangan jenis apapun di kawasan perairan Bedukang. Itu lantaran masyarakat mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan ingin mencari ikan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Karena itu, jika terus didesak pun para nelayan menurutnya akan tetap menolak keras apabila pemilik KIP melakukan penambangan di kawasan tersebut. Tokoh masyarakat ini mengaku secara pribadi memang pernah dihampiri pengelola KIP dan ditawarkan sejumlah uang, agar mengizinkan adanya penambangan. Namun tawaran itu ditolak karena tak ingin mengecewakan masyarakat nelayan Dusun Air Hantu. .
“Kami tetap tidak ingin ada bentuk penambangan apapun di sini. Warga kami masih ingin melaut dan mencari ikan. Lihat saja baru beberapa jam mereka (KIP-red) beroperasi limbahnya sudah membuat laut keruh. Kalau sudah keruh seperti ini cumi tidak akan dapat lagi. Masyarakat kami tidak ingin lautnya rusak,” tegasnya.
Setelah berdialog dan mengusir 2 unit KIP tersebut, kapten kapal berjanji akan segera meninggalkan kawasan tersebut dengan alasan tidak ada timah di perairan Bedukang. Namun terpantau di dalam KIP terdapat beberapa karung berisi timah hasil lobi, sudah dibungkus dan dipacking untuk segera dibawa pergi.
Masyarakat nelayan yang ikut dalam aksi penolakan tersebut pun sangat menyayangkan keberadaan KIP yang sudah membuat keruh kawasan perairan. “Tidak ada untungnya ada penambangan di sini. Bukan kami yang kaya tapi pengusaha dan Thailand,” ujar warga di atas perahu.
Sementara Kapolsek Riau Silip, Inspektur Dua Y.Jumbo Q saat berdialog dengan masyarakat usai mengusir KIP mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi ke Polair Babel dalam menindaklanjuti permasalahan ini. Ia mengatakan apabila masyarakat masih mendapati adanya aktifitas penambangan di perairan Bedukang, untuk segera membuat laporan tertulis agar dapat segera diproses melalui jalur hukum. (2nd/1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar