Tambang-Hutan dan Perkebunan-Laut Pesisir

Sabtu, 31 Desember 2011

Walhi Babel: 2011 Ada 13 Konflik Lahan Sawit

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Konflik lahan sawit sudah mulai terjadi sejak satu dekade ini. Walhi mencatat ada 13 konflik yang terjadi selama tahun 2011 terkait perkebunan sawit di Bangka Belitung (Babel).

"Kriminalisasi pun sudah terjadi seperti yang terjadi di Belitung Timur terhadap petani bernama Harianto divonis empat bulan dengan tuduhan penganiayaan yang menurut Walhi ada dugaan rekayasa. Awalnya adalah penolakan masyarakat terhadap perluasan perkebunan sawit," kata Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung, Ratno Budi, Kamis (29/12/2011).

Di Bangka, beberapa kasus terutama di Kabupaten Bangka seperti PT BML di Gunung Muda, PT GPL di Air Abik, Inhutani di Deniang-Air Hantu adalah sekelumit persoalan yang sampai saat ini belum usai.

"Mulai dari ganti rugi lahan, soal plasma, penyerobotan lahan adalah akar persoalan yang bisa memicu konflik," kata Ratno.

Ia mengkhawatirkan ada ketakutan kalau ekspansi sawit sudah tidak terkontrol di Babel. "Apalagi ternyata perkebunan sawit merupakan perusahaan modal asing," katanya.

Keberadaan perusahaan perkebunan sawit di Babel belum dirasakan memberikan manfaat. Selain tidak jelasnya kontribusi terhadap pendapatan daerah, sebagian besar masyarakat yang terlibat di perkebunan sawit sekadar buruh upah. Bahkan banyak hak-hal buruh sawit di beberapa perusahaan diabaikan.

Kasus antara PT Swarna Nusa Sentosa (SNS) di Kecamatan Sungaiselan misalnya, sampai saat ini tidak kunjung jelas. "Sampai penghujung tahun 2011 PT SNS tak kunjung menyelesaikan hak normatif yang diminta pekerjanya. Bahkan Departemen Tenaga Kerja harus melakukan penyidikan terhadap persoalan ini," kata anggota DPRD Bangka Tengah Zamhari.

Pemerintah daerah menurut Zamhari tidak mampu mengatasi persoalan tersebut. Padahal menurutnya tak lazim pemerintah tidak bisa menindak dan menekan perusahaan yang melanggar aturan.

http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/walhi-babel-2011-ada-13-konflik-lahan-sawit

Belum Habis Tambang Sawit Mengancam

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Konflik agraria di Bangka Belitung (Babel) tidak hanya soal tambang saja, tetapi kini perkebunan kelapa sawit menjadi ancaman kedua setelah itu. Tanpa sadar, ruang bebas masyarakat Babel rupanya semakin tak seberapa.

Saat ini, penduduk Babel hanya menguasai 323.184 hektare (Ha) atau 19,7 persen dari total luas daratannya. Selebihnya daratan Babel merupakan kuasa pertambangan perusahaan timah, hutan negara dan perusahaan perkebunan sawit dan sawit milik warga.

Begitu kecil daratan yang dimiliki Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta beberapa pulau kecil lainnya, hanya seluas 1.642.414 Ha bentangan daratan. Seluas 626.958,79 Ha sudah dieksploitasi untuk kepentingan pertambangan dan perkebunan sawit skala besar.

Hutan negara (Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi) di Babel, yang menjadi cadangan saat ini kondisinya juga mengkhawatirkan. 657.510 Ha yang ada, saat ini kondisinya 428.46 Ha dalam posisi kritis dan potensial kritis.

Tentunya pembalakan hutan secara liar, perambahan kawasan hutan oleh penambangan dan perkebunan bukan perkara tidak biasa, sejumlah kasus terkuak, tanpa jelas penyelesaiannya.

Seberapa besar izin yang telah dikeluarkan pemerintah daerah di Babel, tentunya tak lepas dari kabupaten yang memberikan kuasa lahan bagi penambang dan pengusaha perkebunan.

Data terakhir luas area pertambangan darat di Babel seluas 374.056,79 Ha. Di mana kuasa terbesar adalah milik PT Timah Tbk seluas 330.664,09 (babelprov.go.id), PT Koba Tin 41.680 Ha serta perusahaan tambang timah lainnya seluas 1.712 Ha.

Sementara lahan perkebunan sawit di Babel mencapai 287 ribu Ha berdasarkan luas HGU perusahaan perkebunan dan perkebunan milik rakyat. Jumlah tersebut sekitar 18 persen dari luas daratan Babel yakni 1.642.414 Ha.

Luas HGU perkebunan sawit di Babel saat ini 252.902 Ha. Kabupaten Bangka Selatan paling luas sekitar 78.739 Ha milik perusahaan perkebunan. Untuk Kabupaten Bangka luas HGU 38.498,29 Ha, Bangka Barat 44.477,65 Ha, Bangka Tengah 7.770 Ha, Belitung 44.487,58 Ha, Belitung Timur 38.928,64 Ha, sementara Pangkalpinang tidak ada perusahaan perkebunan sawit hingga tahun 2009 karena memang tidak memiliki lahan yang representatif untuk ditanami sawit skala besar.

Sebagian besar perkebunan sawit itu merupakan HGU milik perusahaan perkebunan. Rata-rata perusahaan sawit yang ada di Babel adalah perusahaan berlebel asing atau PMA (penanaman modal asing.

Data per tahun 2010, saat ini ada 28 perusahaan perkebunan sawit di Babel. Sementara Kabupaten Bangka Barat merupakan daerah yang paling banyak terdapat perkebunan sawit yakni sebanyak 7 perusahaan.

Sementara itu untuk perkebunan sawit milik rakyat, per tahun 2009 ada 34.761,12 Ha. Jumlah tersebut terluas ada di Kabupaten Bangka Selatan yakni seluas 9.696,20 Ha disusul kemudian oleh Bangka Barat 4.941 Ha, Bangka Tengah 3.017,03 Ha, Bangka 2.607 Ha, Belitung 2.128,32 Ha dan Belitung Timur 103,75 Ha.

http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/belum-habis-tambang-sawit-mengancam

Belitung Lebih Solid Menolak Tambang Laut

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sampai saat ini belum satu pun kapal isap produksi yang melakukan eksploitasi timah di Belitung menyusul gencarnya penolakan aktivitas penambangan di perairan Belitung.

Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung, Ratno Budi mengatakan, sebagian besar laut di Belitung masih terlindungi dari aktivitas pertambangan.

Menurutnya penolakan tambang di Belitung lebih masif, berbeda dengan di Bangka. "Sampai-sampai legislator asal Belitung di DPRD Babel ikut menolak tegas beroperasinya kapal isap di Negeri Laskar Pelangi tersebut," ujar Ratno.

Selain konflik pertambangan timah di Belitung, konflik tambang bauksit di Selat Nasik dan pasir besi di Aik Kelik menjadi salah satu kasus yang menjadi sorotan Walhi.

http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/belitung-lebih-solid-menolak-tambang-laut

Tambang Ilegal Jadi Bom Waktu Masalah Sosial

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Perkembangan tambang timah di Bangka mulai tak terkontrol. Ekspansi kapal isap serta menjamurnya tambang inkonvensional ilegal menjadi bom waktu masalah sosial.

Catatan bangkapos.com, hingga pertengahan tahun 2011 ada 73 kapal isap produksi (KIP) yang beroperasi di Pulau Bangka. Operasional KIP hampir merata di wilayah tangkap nelayan yang berjarak 1-4 mil laut. Pemerintah daerah mudah mengeluarkan izin untuk eksploitasi penambangan di wilayah mereka.

Di Kabupaten Bangka, dari utara Belinyu sampai kawasan wisata Parai Sungailiat sudah terjamah penambangan laut kecuali perairan Pesaren yang masyarakatnya menolak aktivitas tambang beroperasi di wilayah mereka.

Pengamat lingkungan laut dari Universitas Bangka Belitung (UBB) Indra Ambalika melansir sejumlah titik terumbu karang di Pulau Bangka mati. Sedimentasi dari praktik pertambangan disinyalir menjadi penyebabnya.

Hal ini kemudian menimbulkan reaksi dari nelayan. Namun banyak juga yang justru beralih profesi menjadi penambang, merusak ekosistem tempat mereka bergantung awalnya.

Selain itu, longgarnya pengawasan sehingga membuat tambang inkonvensional yang didominasi pendatang ikut menjamur. Mereka membentuk koloni-koloni seperti yang ada di Bubus, Batu Atap dan beberapa tempat lainnya di Belinyu.

"Di Payak Ubi Toboali Bangka Selatan, terjadi bentrok antara masyarakat dengan pendatang yang membuka TI apung. Konflik memanas sampai terjadi pembakaran peralatan tambang milik warga pendatang," kata Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung, Ratno Budi.

Masih di Bangka Selatan, Desa Bencah Kecamatan Air Gegas juga sempat memanas ketika terjadi sengketa lahan antara PT Timah Tbk dengan warga setempat. Warga bertahan pada lahan yang mereka anggap sudah dinyatakan Pemkab Bangka Selatan sebagai lahan pertanian.

http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/tambang-ilegal-jadi-bom-waktu-masalah-sosial

Pertambangan Munculkan Konflik

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung mencium konflik agraria menjadi ancaman serius di daerah ini. Carut marut pertambangan di Bangka Belitung bisa menjadi ancaman serius jika tidak ada jalan menengahi.

Kasus terakhir yang membuat sibuk jajaran kepolisian di Babel adalah penolakan terhadap aktivitas pertambangan kapal isap di Desa Kelabat dan Desa Teluk Limau Kecamatan Parittiga Bangka Barat. Warga pro-kapal isap dan kontra kapal isap bersitegang.

Warga kontra kapal isap menuntut Pemerintah Daerah Bangka Barat mencabut izin dan memerintahkan kapal isap untuk tidak beroperasi di perairan wilayah tersebut. Namun tidak ada kejelasan kebijakan yang diambil.

Buntut dari persoalan tersebut rumah sejumlah warga dan aparat desa yang dianggap pro-kapal isap diserang warga. Kapolda Bangka Belitung Brigjen M Rum Murkal bersama ratusan personel kepolisian termasuk Brimob turun ke lokasi konflik untuk berdialog mendengarkan aspirasi masyarakat.

Persoalan tersebut hanya sebagian kecil konflik lahan di daerah ini. Walhi mencatat ada 23 konflik pertambangan yang terjadi di Babel. Sebagian besar terjadi di Pulau Bangka dengan daerah konsentrasi konflik di wilayah pesisir.

"Modusnya adalah penjarahan terhadap kawasan tangkap nelayan. Ini kemudian menjadi polemik karena pemerintah daerah yang menerbitkan izin lebih mementingkan keinginan pengusaha," kata Direktur Eksekutif Walhi Babel Ratno Budi kepada bangkapos.com, Kamis (29/12/2011).

http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/pertambangan-munculkan-konflik

Rabu, 28 Desember 2011

Nelayan Sungailiat Desak Stop Kapal Isap

  • Gusung Limbah KIP Penyebab Kapal Tenggelam
  • H.Zainal: Tokoh Nelayan Sudah Datangi Bupati
  • Kabid Humas PT Timah Bungkam
SUNGAILIAT – Dampak aktivitas kapal isap di perairan Sungailiat dan sekitarnya, kini mulai dirasakan nelayan yang semula pro penambangan di laut. Para nelayan Sungailiat yang sebelumnya menerima kompensasi atas penambangan sejumlah kapal isap itu, mulai mengeluh berkurangnya hasil tangkapan mereka.
Tidak hanya itu, limbah penambangan kapal isap pun sudah membuat nelayan celaka. Salah satu contohnya, kejadian kapal nelayan dengan nama KM Lingga yang tenggelam di perairan Karang Kering, Sungailiat hingga menewaskan 4 orang nelayan pekan lalu, ternyata disebabkan limbah penambangan kapal isap.
Limbah berupa pasir yang dihasilkan kapal isap, sudah membuat gusung atau daratan di tengah laut. Dan saat malam hari atau air laut sedang pasang, gusung itu tidak terlihat oleh nelayan, sehingga perahu nelayan sering menabraknya dan terbalik. Itu juga yang terjadi terhadap KM Lingga, terbalik dan tenggelam lantaran menabrak gusung limbah kapal isap.
Hal ini seperti pengakuan tokoh masyarakat nelayan Sungailiat, H. Zainal Abidin kepada Rakyat Pos, Selasa (27/12) kemarin. Karena itu, ia menegaskan nelayan Sungailiat kini bereaksi menolak aktifitas penambangan kapal isap yang semakin marak di wilayah perairan Sungailiat.
“Dari pengakuan korban yang selamat, kecelakaan kapal tersebut disebabkan perahu nelayan menabrak limbah kapal isap yang membentuk gusung dan pada malam hari tidak terlihat oleh nelayan. Kami juga mengharap kepada pengusaha kapal isap untuk memperhatikan permasalahan ini. Bagaimana caranya itu permasalahan perusahaan untuk memikirkan, karena adanya gusung itu sangat menganggu aktifitas nelayan di laut,” jelasnya saat ditemui di kediamannya.
Zainal juga menyesalkan aktifitas penambangan kapal isap sangat dekat jaraknya dengan daerah tangkapan nelayan. Akibatnya, nelayan kerap mengalah dan menangkap ikan sejauh 2 kali lipat dari jarak sebelum ada penambangan. Padahal dulu, apabila musim panceklik seperti sekarang ini, nelayan mengakali melaut dengan jarak 4 mil dari bibir pantai. Namun sekarang tidak bisa lagi karena terganggu aktifitas penambangan, dan ikan sudah menjauh lebih ketengah lautan.
“Nelayan sangat terganggu sekali, dulu kalau sedang musin angin kencang ini biasanya nelayan kami melaut dengan jarak dekat sekitar 3- 4 mil dari laut. Tapi sekarang tidak bisa lagi. Untuk melaut saja nelayan butuh dua kali lipat dari jarak sebelumnya,” ucap Zainal.
Diakuinya pula, selama satu tahun lebih kapal isap menambang di laut Sungailiat, kompensasi yang diberikan ternyata tidak memberikan kesejahteraan kepada nelayan.
“Dari penandatanganan kontrak dengan pengusaha kapal isap, nelayan kami sudah merasa kalau adanya penambangan dan diberikan kontribusi itu ternyata tidak dapat mensejahterakan nelayan kami. Hasil yang diberikan dari dana CSR itu tidak sepadan dengan hasil nelayan kami melaut,” katanya.
Disebutkan, kompensasi atau dana CSR kapal isap sudah 3 kali dibagikan kepada nelayan, dengan besaran bervariasi. Untuk pencarian ketiga sebanyak 3.000 nelayan mendapatkan Rp200 ribu per nelayan. Sedangkan untuk pencairan kedua turun menjadi Rp100 ribu per nelayan. Nilai ini tidak menentu karena dari perjanjian kontrak diberikan Rp1.000 per Kg dan tergantung hasil timah penambangan perusahaan.
“Nilainya memang tidak menentu, setiap tiga bulan sekali baru dicairkan. Pencairannya pada bulan kedua Rp100 ribu per nelayan, yang ketiga Rp200 ribu per nelayan. Dan yang keempat ini belum tahu jumlahnya berapa. Seribu rupiah perkilogram timah itu tergantung dari hasil kapal isap mendapatkan timah,” jelasnya.
Zainal menambahkan, dalam menindaklanjuti aspirasi seluruh nelayan yang merasa penambangan kapal isap tidak menguntungkan, ia bersama tokoh masyarakat lain beberapa waktu lalu sudah menyampaikan aspirasi menolak kapal isap kepada Bupati Bangka. Para tokoh nelayan meminta bupati segera menghentikan aktifitas kapal isap di perairan Sungailiat. Namun sayang, hingga saat ini pihaknya belum menerima tanggapan dari bupati mengenai permintaan tersebut.
“Memang tidak tahu kapan berakhirnya aktifitas KIP-KIP (kapal isap produksi) tersebut, mungkin Distamben yang mengetahui. Kami disini hanya panitia dan tidak pro KIP. Disini kami adalah nelayan dan selama satu tahun ini adanya KIP tidak memberikan nelayan kami kesejahteraan,” tegasnya.
Pihaknya sangat berharap seluruh pihak di pemda baik itu eksekutif maupun legislatif, mendengar aspirasi masyarakat nelayan dan menghentikan penambangan kapal isap. Versi Zainal, penambangan kapal isap sudah berbenturan dengan program kawasan minapolitan daerah.
“Satu tahun kami sudah merasakan bahwa penambangan tidak memberikan keuntungan. Ada juga program kawasan minapolitan yang ditargetkan untuk lebih mensejahterakan nelayan dengan hasil tangkapan ikan yang lebih banyak, itu jelas lebih menjamin kehidupan anak cucu kami dari pada penambangan yang hanya menguntungkan sejumlah pihak saja,” tukasnya.
Sayangnya, Kabid Humas PT Timah, Wirtsa Firdaus saat dikonfirmasi tentang keluhan dan desakan tokoh masyarakat agar kapal isap mitra PT Timah dihentikan, belum dapat memberikan jawaban. Ia juga tidak bisa merinci berapa banyak kapal isap yang beroperasi di Wilayah IUP PT Timah di perairan Sungailiat.
Wirtsa hanya menjawab, saat ini direksi PT Timah masih merayakan liburan Natal dan Tahun Baru sehingga belum dapat memastikan jumlah kapal isap tersebut. “Masih libur Natal, nanti salah lagi beritanya. Masalah wartawan disuap kemarin diangkat saja,” ucapnya melantur dalam balasan SMS kepada wartawan harian ini.
Namun, beberapa waktu lalu, dari hasil pengecekan PT Timah, hanya terdapat 3 unit kapal isap saja yang mengantongi IUP milik PT Timah di perairan Sungailiat. Selebihnya, kapal isap yang menambang di Kuasa Penambangan (KP) Pemda Bangka, dengan kapal isap didatangkan dari Thailand.
Tapi, salah seorang nelayan yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, saat ini PT Timah melalui mitranya sudah menghadirkan sekitar 5 unit kapal isap di perairan Sungailiat. Sedangkan pihak swasta dengan kapal isap Thailand ada sebanyak 7 unit menambang pada malam hari.
Benar saja, dari penelusuran wartawan, belasan kapal isap menambang di perairan Sungailiat tepatnya di depan Pantai Tanjung Pesona dan Pantai Tikus jika malam hari. Sementara pada siang hari hanya terlihat 4 kapal isap saja di depan Pantai Tanjung Pesona. Ironisnya lagi, kapal isap itu bila malam hari menambang tidak sampai 1 mil dari bibir pantai. Sejumlah kapal isap itu mulai hadir sejak pukul 21.00 WIB hingga menjelang dinihari. (2nd/1)

http://rakyatpos.com/headlines/nelayan-sungailiat-desak-stop-kapal-isap

Selasa, 27 Desember 2011

Walhi Babel Lakukan PKRD

Oleh: Yudho H Marhoed, Dewan Daerah Walhi Kep Babel
DEWAN
 Daerah Walhi Babel melakukan Pendidikan Kader Rakyat tingkat Dasar (PKRD) di Desa Rambat  Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, Sabtu hingga Minggu (24-25/12/2011). PKRD ini diikuti oleh nelayan dan petani yang berada di sekitar Desa Rambat, pendidikan ini bertujuan meningkatkan  pengetahuan peserta
didik dengan memberikan kerangka teoritik dalam melihat dan menganalisis kondisi konkrit masyarakat.

Dalam pendidikan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas kerja dalam membangun, memperbaharui dan memperluas organisasi  masa untuk mencapai cita cita perjuangan massa sebagai basis dasar dalam membangun organisasi politik kerakyatan.
 Pendidikan Kader Rakyat Dasar (PKRD) adalah jenjang pendidikan tingkat pertama. Merupakan proses idiologisasi ke-walhi-an untuk memunculkan kader-kader yang mau melakukan advokasi lingkungan. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melihat dan menganalisis kondisi konkrit masyarakat di dalam membangun, memperbaharui dan  memperluas organisasi masa dan  mempertinggi capaian perjuangan politiknya yang ditunjukkan dengan kualitas masa yang memiliki kesadaran politik dan organisasi yang maju.

Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan potensi diri guna pembangun kekuatan spiritual dalam bentuk pengendalian diri  dan kepribadian. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan yang diperlukan sebagai alat guna meraih apa yang diinginkan. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian  pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Walhi sebagai organisasi yang bertujuan untuk membangun gerakan sosial dan gerakan
rakyat sejatinya telah melakukan pendidikan sejak didirikannya.  

Semua aktivitas pendidikan ditujukan untuk mendukung aktivitas advokasi yang
dilakukan dan memperkuat gerakan politik rakyat untuk mewujudkan keadilan ekologis

Senin, 19 Desember 2011

Retno: Ini Momentum Bongkar Mafia Perizinan Tambang


BANGKAPOS.COM, BANGKA - Dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan Jasa Pinjam Pakai lahan PT Tambang Timah oleh Kejaksaan Agung, menyibak tabir rentannya izin pertambangan di Bangka Belitung. 

Terkuaknya kasus tersebut menjadi momentum untuk pengungkapan mafia pertambangan skala besar di Bangka Belitung.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, di Bangka Belitung diduga banyak terjadi penyalahgunaan wewenang perizinan pertambangan yang jarang tersentuh aparat hukum.

"Pola mekanisme yang dibuat oleh pelaku tambang atau pemberi izin sama-sama gelap. Ada dugaan banyak sekali penyalahgunaan wewenang terhadap perizinan," kata Ratno, kepada bangkapos.com, di Pangkalpinang, Senin (19/12/2011).

Kepentingan keuntungan kelompok bahkan politik disinyalir menjadi pemicu rentannya penyalahgunaan wewenang untuk mengeluarkan izin pertambangan. Namun menurutnya sulit untuk mengungkap persoalan itu, "harus didasari dari fakta yang langsung tertangkap tangan," katanya.

Dari kasus PT Tambang Timah, keterlibatan konsultan dalam proyek izin pinjam pakai lahan menjadi lahan korupsi bagi oknum. Sehingga, menurut organisasi advokasi lingkungan tersebut menilai sejumlah perizinan patut disinyalir legalitasnya dipertanyakan.

"Kinerja konsultan kebanyakn tidak sesuai prosedural. Data tidak valid karena ada kepentingan dibalik itu, kami  rasa banyak perusahan misalnya yang tidak memiliki Amdal bahkan Amdalnya bodong, tidak menutup itu perusahaan BUMN seperti PT Tambang Timah," kata Ratno.

Segala bentuk perizinan pertambangan di Bangka Belitung dipermudah. Pihaknya menduga terjadi kemudahan tersebut timbul karena transaksi gelap.

"Kebanyakan kasus tidak jelas tindak lanjut, kasus PT Tambang Timah ini menjadi momentum instituasi penegakan hukum lingkungan," kata Ratno.


http://bangka.tribunnews.com/2011/12/19/retno-ini-momentum-bongkar-mafia-perizinan-tambang

Senin, 12 Desember 2011

Walhi Menduga Ada Penyalahgunaan RTRW

BELITUNG -- Direktur Eksekutif Daerah (Eksda) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)  Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi akan mengecek ke dinas terkait mengenai kebenaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) lokasi rencana Amdal PT BHP apakah masuk dalam wilayah pertambangan daerah atau tidak. 

Karena jika itu tidak masuk, maka lanjut Ratno ada dugaan penyalahgunaan RTRW.

Menurut Ratno kawasan Membalong  berpotensi untuk kawasan sektor perikanan dan pariwisata. "Artinya apakah dalam RTRW kawasan tersebut masuk wilayah pertambangan..Jangan-jangan ini ada indikasi pelanggaran RTRW. Berarti kalau IUP eksplorasi yang dikeluarkan 2009 dan 2010 ternyata melanggar RTRW otomatis sanksi RT RW-nya ada dong," ungkap Ratno kepada bangkapos.com Senin (12/12/2011).


http://bangka.tribunnews.com/2011/12/12/walhi-menduga-ada-penyalahgunaan-rtrw

Rencana Amdal PT BHP di Membalong Walhi Menduga Ada Muatan Politik

BELITUNG -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung mensinyalir rencana penambangan dan pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Bumi Hero Perkasa (PT BHP) di perairan Membalong kental dengan muatan politik.

Direktur Eksekutif Daerah (Eksda) Walhi Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi kepada bangkapos.comSenin (12/12/2011) menuturkan, pihaknya menyoroti secara khusus informasi seputar penolakan rencana amdal PT BHP oleh masyarakat.

"Setelah mendapatkan laporan dari perwakilan nelayan Kecamatan Membalong, kami langsung terjun ke lapangan dan melakukan diskusi ringan dengan kelompok-kelompok yang konsisten melakukan penolakan pertambangan dan rencana amdal PT Bumi Hero Perkasa. Ada hal yang kami selami, ada indikasi masuknya rencana kapal isap produksi di kawasan Membalong ini berkaitan dengan cost atau biaya politik. Ada perizinan yaitu sampai sekarang masih simpang siur. Amdal pun masih simpang siur," jelas Ratno.

Menurut Ratno, banyak sekali kasus yang Walhi temukan di beberapa daerah menjelang pemilukada. Akan banyak perizinan-perizinan pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah, dalam hal ini kalau kabupaten adalah bupati dan provinsi adalah gubernur.

"Itu adalah satu hal yang kami petik dari hasil pengamatan di lapangan," ujarnya.


http://bangka.tribunnews.com/2011/12/12/walhi-menduga-ada-muatan-politik

Minggu, 11 Desember 2011

Walhi : Penolakan Penambangan Laut di Membalong Cukup Beralasan

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Protes penolakan terhadap rencana penambangan di perairan Membalong Belitung dinilai cukup beralasan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Hal itu tentunya menjadikan proses penyusunan dokumen Amdal yang dapat dikawal.

Direktur Eksekutif Daerah (Eksda) Walhi Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi menyatakan,  lembaga advokasi penyelamatan lingkungan, saat ini sedang meneliti sebab penolakan dari masyarakat sekitar rencana pertambangan lepas pantai.

"Harus disadari kalau dalam aturan penyusunan Amdal, haruslah melibatkan masyarakat, bukan hanya aparat pemerintah, tetapi juga pemerhati lingkungan wilayah tersebut, dan yang penting masyarakat yang terdampak," kata Ratno Budi, Minggu (11/12/2011).

Pihaknya juga akan mempelajari usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Belitung terkait lokasi pengeluaran IUP. Soalnya barang tentu sebuah wilayah yang tidak ditetapkan sebagai wilayah pertambangan namun untuk kepentingan budidaya ataupun konservasi harus dilindungi.

"Kalau ternyata lokasi tersebut merupakan wilayah konservasi, maka usulan Amdal dan IUP itu perlu dikaji lagi. Mana yang lebih prioritas," katanya.


http://bangka.tribunnews.com/2011/12/11/walhi-penolakan-penambangan-laut-di-membalong-cukup-beralasan?utm_medium=facebook&utm_source=twitterfeed