Tambang-Hutan dan Perkebunan-Laut Pesisir

Kamis, 27 Oktober 2011

Walhi Babel Bentuk Tim Investigasi

BANGKAPOS -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung (Babel) berencana akan menbentuk tim investigasi terkait insiden kecelakaan yang menimpa Pjs Kepala Desa Bencah Fikri Alfajri hingga meninggal dunia.

"Mengingat adanya sebab-sebab yang ganjil hingga kepergiannya (Almarhum Fikri Alfajri-red)," kata Ratno Budi, Direktur Eksekutif Walhi Babel yang akrab disapa Uday kepada bangkapos.com, Kamis (27/10/2011).

Menurut Uday, Almarhum Fikri dapat dikatakan salah seorang pejuang HAM serta patut untuk mendapatkan keadilan. Utamanya, atas jasa yang  turut berjuang bersama warga Desa Bencah semasa hidupnya silam.

Pejuang asal Desa Becah itu telah Gugur


BANGKAPOS.COM, BANGKA - Tewasnya Fikri Alfajri seolah-olah meruntuhkan semangat dan perjuangan warga desa Bencah yang menginginkan kejelasan soal lahan sengketa cetak sawah dengan sebuah perusahaan tambang timah.
Pasalnya, Fikri selama ini vokal mensuarakan aspirasi warganya dan tetap menolak adanya aktivitas tambang besar (TB) yang berada di desa itu. Dalam orasi beberapa waktu lalu pun ia masih sempat membantu dan menampung keinginan mempertahankan tanah dan sungai adat bersama warganya.Kejadian ini tampaknya membuat warga Desa Bencah tampak berkabung dan berduka cita atas meninggalnya pjs Kades mereka. Tidak hanya warga Bencah, merasa kehilangan dan berduka atas terjadinya kecelakaan ini. Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi akrab disapa Uday, menyampaikan ucapan belasungkawa."Pertama kita patut berduka dan belasungkawa atas kejadian ini," kata Uday.Meski demikian, Walhi Babel meminta pihak kepolisian mengidentifikasi berbagai persoalan hingga menyebabkan tewasnya Fikri..Terpisah, Kasat Lantas Polres Bangka Selatan AKP Edy Kusnaedy mengatakan dari penuturan saksi yang melihat kejadian kecelakaan. Bahwa mobil dikendarai Subur melaju dengan kecepatan tinggi. "Kolahar depan mobil pecah, lalu badan mobil masuk ke kanan jalan. Sepeda motor menabrak samping kiri mobil. Dari penuturan saksi di lokasi yang melihat kejadian itu, motor juga sempat menyalip dan sama kencangnya hingga tidak mampu mengrem laju kendaraan," kata Edy.(k10/bangkapos.com)

Selasa, 25 Oktober 2011

Bupati Hentikan Tambang Bencah


TOBOALI - Polemik penambangan di lahan cetak sawah Desa Bencah dipastikan berakhir. Ini setelah Bupati Bangka Selatan (Basel), H. Jamro, meminta PT Timah Tbk untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan karena akan menjadikan kawasan tersebut sebagai lahan cetak sawah bagi warga tani setempat, guna menyukseskan swasembada beras Basel pada 2015 mendatang. Keputusan Jamro ini tercetus setelah pertemuan sejumlah pihak yaitu DPRD, Bupati, SKPD terkait, PT Timah Tbk, masyarakat tani serta Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Senin (24/10) kemarin. "Saya telah mendengar lahan cetak sawah di Desa Bencah itu bermasalah dengan pihak PT Timah. Beberapa hari yang lalu, masyarakat tani bersama pihak Walhi berunjuk rasa meminta kita segera memberhentikan kegiatan pertambangan yang dilakukan mitra PT Timah. Meskipun areal tambang tersebut masuk kawasan pertambangan (KP-red) milik PT Timah, namun dengan adanya program cetak sawah maka Bupati meminta kepada pihak PT Timah untuk segera menghentikan kegiatan pertambangan di daerah tersebut," jelas Jamro usai pertemuan kepada RB.
    Jamro menambahkan, penghentian aktivitas tersebut tidak hanya berlaku sementara namun direncanakan untuk selamanya, sesuai dengan keinginan warga tani Desa Bencah. "Dengan adanya kebijakan dan keputusan yang merupakan titik temu terakhir, saya harapkan tidak ada lagi kegiatan pertambangan di Desa Bencah untuk selamanya. Saya yakin masyarakat setempat tidak melakukan kegiatan pertambangan di areal yang akan dijadikan lahan cetak sawah. Pemkab Basel melalui Dinas Pertanian dan kelompok tani tetap melanjutkan program cetak sawah. Kalau tidak dilaksanakan hingga bulan Desember, program tersebut nantinya akan menimbulkan permasalahan lebih besar lagi," tambahnya. Menanggapi pertemuan kemarin, perwakilan DPRD Basel, Djulaili Romli, menuturkan makna kebijakan bupati cukup jelas yakni melarang aktivitas pertambangan di areal Desa Bencah. Dengan demikian, tidak ada lagi kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Timah maupun warga setempat.  "Keputusan dari pertemuan hari ini menghentikan untuk selama-lamanya kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Timah dan tetap melanjutkan program cetak sawah untuk masyarakat," tandasnya.    Sementara, Humas PT Timah, Wirtsa Firdaus, berharap hasil musyawarah dengan warga bisa memberikan hasil terbaik bagi masyarakat Babel, khususnya yang berdiam di Desa Bencah. "Meskipun bupati sudah memberikan keputusan, tapi nantinya ada notulen. Intinya harus ada suatu keputusan hitam di atas putih, karena ini baru sebatas lisan saja. Nanti rekan-rekan yang ada di lapangan akan kita koordinasikan kembali untuk tidak menjalankan aktivitas tambang di Desa Bencah," pungkasnya. (tom)

Senin, 24 Oktober 2011

Walhi Beri Apresiasi Keputusan Bupati Bangka Selatan

Terhadap ketegasan Bupati Basel itu, Direktur Walhi Babel, Ratno Budi memberikan apresiasi kepada Bupati Basel, H Jamro yang meminta PT Timah Tbk untuk menghentikan aktivitas tambangnya di Desa Bencah Kabupaten Bangka Selatan. Artinya, kata pria biasa disapa Uday ini, Bupati Basel telah memberikan ruang yang baik kepada masyarakat Basel, terutama petani untuk melaksanakan aktivitas ekonomi jangka pajang seperti pertanian dan perkebunan.
“Kita apresiasi Pemkab Basel atas putusannya. Memang (keputusan itu) kontroversi tetapi pemimpin memang harus begitu. Keinginan masyarakat harus diikuti, dan ini merupakan putusan yang bertujuan jangka panjang yakni perekonomian pertanian dan perkebunan,” katanya salut.
Lebih lanjut Uday menyebutkan, putusan ini hendaknya menjadi contoh bagi kabupaten lainnya, bahwa rakyat harus diutamakan ketimbang produksi perusahaan dan kepentingan lainnya.
Meski begitu, Uday mengatakan penghentian aktivitas tambang seperti ini hendaknya bukan hanya pada perusahaan negara saja, tetapi juga perusahaan swasta yang bergerak di pertambangan, yang akibat pekerjaannya menimbulkan kerusakan masiv.
Di kesempatan lain, Kabid Humas PT Timah, Wirtsa Firdaus saat berhasil dikonfirmasi mengungkapkan, putusan yang diambil dalam rapat tersebut diharapkan memberikan hasil yang terbaik untuk masyarakat Babel khususnya bagi masyarakat Desa Bencah.
Ditanya terhadap hasil putusan rapat secara lisan apakah aktivitas tambang akan dihentikan? “Putusan baru bersifat lisan, kita belum menerima berita acara pertemuan secara tertulis, tetapi kita akan koordinasi dengan rekan-rekan di lapangan terhadap hasil rapat tersebut,” jawab Wirtsa singkat. (raw/1)

http://rakyatpos.com/headlines/pt-timah-dituding-dalang-kerusuhan

Jamro Tegaskan Tambang Bencah Stop!

  • Program Cetak Sawah Petani Wajib
  • PT Timah Paparkan CSR Diinterupsi
Sementara itu, Bupati Bangka Selatan, H Jamro akhirnya bertindak tegas mengakhiri konflik sengketa lahan antara petani Desa Bencah dan PT Tambang Timah, anak perusahaan PT Timah (Persero), Tbk yang sudah berlangsung hampir setengah tahun. Jamro mengeluarkan ultimatum kepada PT Timah Tbk untuk menghentikan aktivitas penambangan TB (Tambang Besar) Nudur di Desa Bencah.
Orang nomor satu di Kabupaten Bangka Selatan ini menyatakan, aktivitas penambangan PT Timah di lahan petani Bencah sudah menyebabkan program cetak sawah Pemerintah Kabupaten Basel terhambat. Bahkan bila program cetak sawah di Desa Bencah tidak diteruskan, maka akan menyebabkan persoalan baru di masyarakat.
“Saya minta aktivitas tambang PT Timah di Desa Bencah dihentikan, program cetak sawah Basel wajib dilaksanakan. Bila program cetak sawah tidak diteruskan malah akan menimbulkan masalah baru,” tegasnya dalam pertemuan membahas sengketa lahan Desa Bencah di gedung DPRD Kabupaten Basel, Senin kemarin (24/10).
Ketegasan bupati ini tentu saja langsung disambut tepuk tangan para kelompok tani Desa Bencah yang hadir dalam pertemuan itu.
Jamro melanjutkan, program cetak sawah merupakan bagian dari visi dan misi Pemkab Basel yakni menuju Swasembada Beras 2015. Karenanya, bila program ini tidak dilaksanakan tentu akan berakibat buruk bagi visi dan misi Basel, bahkan akan menciptakan konflik baru di masyarakat.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Basel, Djulaili Romli ini digelar, menindaklanjut aksi demo yang disampaikan Forum Petani Bencah didampingi Eksekutif Daerah Walhi Babel beberapa hari lalu.
Hadir juga dalam pertemuan tersebut, pihak PT Timah Tbk yang diwakili Kawilasi Bateng Basel, Sadino, anggota DPRD Dapil Bencah, Kepala SKPD Pemkab Basel, perangkat Desa Bencah, Direktur Walhi Babel, Ratno Budi dan puluhan perwakilan petani Bencah.
Sebelumnya, di awal pertemuan PT Timah memaparkan aktivitas tambang di Basel hingga CSR yang dilakukan. Hanya saja, pemaparan tersebut kemudian diinterupsi salah satu anggota DPRD Basel Kapid Maid untuk membahas topik sengketa.
Kapid menyatakan PT Timah dinilai telah melanggar banyak hal. Antara lain masalah patok, dimana patok TB Mundur tidak dilaksanakan oleh PT Timah.
“Aturan adalah apabila IUP itu sudah diberi maka 6 bulan itu harus dilaksanakan dan harus disosialisasikan kepada masyarakat,” ujar Kapid.
Selain itu, jelas Kapid, aturan perundang-udangan menjelaskan pula bahwa tenaga kerja lebih diutamakan dari masyarakat wilayah yang ada di sekitar. Namun faktanya, berdasarkan data dari tahun 2004, masyarakat Bencah yang diterima menjadi karyawan PT Timah tidak sampai 20 orang.
Tidak hanya itu saja, menurut Kapid, dalam UU Nomor 41  Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, dinyatakan apabila perusahaan yang mempunyai IUP atapun sudah diberikan dan tidak dilaksanakan, maka tetap diberikan hak kepada masyarakat yang ingin mengolah lahan pertanian.
Usai pertemuan, Wakil Ketua DPRD Basel, Djulaili menegaskan berdasarkan hasil rapat telah diputuskan bahwa PT Timah diminta untuk menghentikan aktivitasnya. Namun tidak dijelaskan apakah penghentian tambang itu bersifat sementara atau permanen. Ia sendiri menginginkan tambang PT Timah di Bencah berhenti selamanya.
“Yang jelas rapat menyatakan PT Timah untuk menghentikan aktivitas PT Timah, jelas kita menginginkan tidak ada aktivitas PT Timah selamanya di Bencah,” tegas Djulai seraya menyebutkan hasil keputusan itu menunggu berita acara rapat ditandatangani secara resmi.

http://rakyatpos.com/headlines/pt-timah-dituding-dalang-kerusuhan

Sabtu, 22 Oktober 2011

Pemda Disebut Takluk dengan Pengusaha


  • Soal Polemik Penambangan Laut
  • Masyarakat Jangan Mudah Diadu Domba

SUNGAILIAT – Terkait polemik pertambangan yang terjadi di kawasan pesisir Pantai Sungailiat, Walhi Babel mendesak pihak terkait untuk melakukan evaluasi atas kondisi yang semakin meruncing ini.
Dimsaping itu, Direktur Walhi Babel Ratno Budi juga meminta masyarakat tidak mudah diadu domba oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mencari kambing hitam dalam persoalan itu.
Sebagai aktivis lingkungan hidup pihaknya turut mengapresiasi keinginan masyarakat yang menolak segala bentuk penambangan di Kabupaten Bangka. Namun, masyarakat pun tidak melakukan tindakan anarkis, karena hanya akan menggiring masyarakat tersebut ke permasalahan hukum lantaran menjadi kambing hitam.
“Masyarakat harus pintar menyikapi permasalahan disini. Kami tentunya mengapresiasi bentuk penolakan penambangan di Bangka, tetapi menggunakan cara yang sesuai aturan dan tidak anarkis. Saat ini, banyak yang mencari kambing hitam dalam permasalahan pertambangan. Untuk itu, jangan mau dikambing hitamkan pihak mana pun,” tegas Ratno kepada Rakyat Pos, Jumat (21/10).
Pemerintah daerah, kata dia, seharusnya segera melakukan pengkajian untuk menyelidiki siapa dalang dibalik penambangan yang ada di Bangka. Menurutnya, kehadiran para penambang memang tak pernah surut dari pantauan, tapi ada pihak lain yang bergerak di belakang semua aktivitas ini yang rutin sebagai mobilisasi para penambang.
Menurut dia, saat ini permasalahan terbesar adalah kehadiran kapal isap produksi (KIP) yang dalam aktifitasnya sudah terorganisir.
“Masalah yang paling besarnya adalah KIP yang saat ini sudah teroganisir. Siapa dalang dibalik semua ini yang melakukan mobilisasi para penambang? Apalagi dalam waktu dekat akan berlangsung Pemilihan Gubernur 2012 tentunya ada kepentingan pihak-pihak terkait dalam memanfaatkan isu untuk kepentingan elit atau kelompok tertentu,” tandas Ratno.
Ratno menuding permasalahan TI apung yang saat ini dikeluhkan hanya merupakan tindakan pengalihan isu untuk memunculkan konflik di masyarakat penambang, sementara dibalik itu semua aktivitas penambangan skala besar masih terus berjalan aman dan bebas beraktivitas.
“Polemik ini dimunculkan di masyarakat penambangan hanya untuk pengalihan isu, sementara dibalik ini semua aktivitas penambangan skala besar tetap langgeng dan bebas beraktivitas,” ujarnya.
Tak hanya itu, Ratno pun menilai pemda terlalu takluk dengan para pengusaha penambangan, sehingga sampai detik ini pun tak ada langkah kongkret yang dilakukan Pemda untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan ini.
Atas nama Walhi, Ratno menegaskan, pihak yang berwenang untuk tidak menyalahkan masyarakat atas tindakan yang menimbulkan konflik tersebut.
“Hingga saat ini, tidak ada tindakan atau langkah kongkret yang dilakukan Pemda untuk menyelesaikan permasalahan hingga timbul gejolak dari masyarakat, jangan menyalahkan masyarakat yang tidak bersalah,” teriak Ratno.
Tidak ada gunanya lagi, kata Retno, penambangan di Babel dilakukan lantaran hanya dapat menimbulkan konflik yang tak pernah tamat. Buktinya, alasan untuk menghentikan tambang adalah sebanyak 40 orang meninggal dunia tercatat dari bulan Juli hingga Oktober 2011 ini, dengan jumlah rata-rata 120 hingga 150 orang per tahun. (2nd/3).

Jumat, 21 Oktober 2011

Sisa Penambangan Kolonial Belanda

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Penuturan warga semakin memperkuat hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung bersama warga terkait buruk penambangan di desa Bencah Kecamatan Airgegas Kabupaten Bangka Selatan.

Salah satu pemuda desa setempat, Ujang mengatakan sebelumnya di kawasan desa Bencah tambang milik perusahaan PT Timah, di tahun 2002, sekitar lokasi tersebut banyak ditemukan bekas sisa pertambangan pada massa kolonial Belanda.

Namun, tutur dia, keberadaan perusahaan tambang tersebut tidak pernah memberikan tanggung jawab sosialnya kepada penduduk desa. "Mulai dari masalah peningkatan pendidikan bagi warga desa sendiri," kata Ujang seperti dituturkan Direktur Walhi Babel Ratno Budi pada bangkapos.com, Kamis (20/10/2011).



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/21/sisa-penambangan-kolonial-belanda

Sejak Tahun 2002 Lima TB Beroperasi di Bencah

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung bersama masyarakat terungkap buruknya pertambangan timah dilakukan PT Timah Tbk di desa Bencah Kecamatan Airgegas Kabupaten Bangka Selatan.

Direktur Walhi Babel, Ratno Budi, mengatakan hadirnya perusahaan tambang tersebut menurut sebagian  besar warga lain, justru hanya merugikan saja.

"Sedikitnya terdapat 800 lebih anak-anak di desa itu yang duduk di bangku SD tidak pernah mendapatkan sentuhan sama sekali dari keuntungan yang diperoleh pada pengelolaan tambang timah oleh perusahaan PT Timah beserta mitra yang telah beroperasi sejak puluhan, bahkan ratusan tahun di desa tersebut," sebut Ratno Budi akrab disapa Uday, padabangkapos.com, Kamis (20/10/2011).

Sejak pertambangan secara bebas di buka pada masa otonomi daerah tahun 2002. Menurut Uday sedikitnya 5 Tambang skala Besar (TB) milik PT Timah beroperasi di desa Bencah.

"Diketahui bahwa setiap harinya, satu set/unit TB dapat memproduksi sedikitnya 1000 kilogram pasir timah atau sekitar 5-10 ton perhari. Sedangkan luas areal kawasan tambang untuk satu Tambang skala Besar dibutuhkan sedikitnya 5 hingga 6 hektar lahan dalam setiap kegiatan operasionalnya," ungkapnya.

Kini sebanyak 6.000 jiwa lebih warga masyarakat desa selaku pemilik lahan, hanya dapat melihat dan menerima kerusakan hutan, sungai dan lingkungan sosial lainnya.



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/21/sejak-tahun-2002-lima-tb-beroperasi-di-bencah

800 Anak SD di Bencah Belum Cicip Bantuan PT Timah

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kehadiran PT Timah Tbk di Desa Bencah, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, dinilai belum memberikan keuntungan apa pun. Bahkan sebagian besar wraga mengaku dirugikan.

Demikian hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung bersama masyarakat setempat. "Sedikitnya terdapat 800 lebih anak-anak di desa itu yang duduk di bangku SD tidak pernah mendapatkan sentuhan sama sekali dari keuntungan yang diperoleh pada pengelolaan tambang timah oleh perusahaan PT Timah beserta Mitra yang telah beroperasi sejak puluhan, bahkan ratusan tahun di desa tersebut," sebut Direktur Walhi Babel, Ratno Budi, akrab disapa Uday, kepada Bangkapos.com, Kamis (20/10/2011).

Sejak pertambangan secara bebas di buka pada masa otonomi daerah tahun 2002.  Menurut Uday sedikitnya 5 Tambang skala Besar (TB) milik PT Timah beroperasi di desa Bencah. 

"Diketahui bahwa setiap harinya, satu set/unit TB dapat memproduksi sedikitnya 1000 kilogram pasir timah atau sekitar 5-10 ton perhari. Sedangkan luas areal kawasan tambang untuk satu Tambang skala Besar dibutuhkan sedikitnya 5 hingga 6 hektar lahan dalam setiap kegiatan operasionalnya," ungkapnya.

Kini sebanyak 6000 jiwa lebih warga masyarakat desa selaku pemilik lahan, hanya dapat melihat dan menerima kerusakan hutan, sungai dan lingkungan sosial lainnya.



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/21/800-anak-sd-belum-cicip-bantuan-pt-timah

Kamis, 20 Oktober 2011

Warga Desak Pembatalan Tambang


TOBOALI, KOMPAS.com - Ratusan warga Desa Bencah, Bangka Selatan berunjuk rasa, Rabu (19/10/2011) di Kantor Bupati Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di Toboali. Mereka menuntut pembatalan perizinan tambang timah di desa mereka.
Koordinator unjuk rasa, Ratno Budi, mengatakan, warga kecewa karena PT Tambang Timah melanggar kesepakatan. Warga dan PT Timah, induk perusahaan PT Tambang Timah, pernah membuat kesepakatan pada Juni 2011.  PT Timah sepakat akan membantu warga membuka sawah.
"Namun, faktanya anak perusahaan PT Timah malah mendahulukan pembukaan tambang besar Nudur," ujar simpul Walhi Bangka Belitung (Babel) ini.
Sebagian lahan TB Nudur tumpang tindih dengan lahan calon sawah warga. Rencananya, warga akan memakai 225 hektar lahan untuk membuka sawah dan digarap 900 orang. Namun, 75 hektar lahan calon sawah masuk areal TB Nudur. PT Timah diminta melepaskan lahan 75 hektar itu.
"Faktanya, justru penambangan sudah dilakukan pada areal seluas 93 hektar," ujarnya.
Warga menuntut pemerintah membatalkan izin penambangan untuk wilayah Desa Bencah. Mereka juga meminta PT Timah memulihkan kondisi lahan, sehingga layak pakai untuk sawah lagi. PT Timah juga diminta merealisasikan janji membuatkan sawah warga.
Warga mempertimbangkan menduduki pusat penambangan TB Nudur. Pendudukan akan dilakukan, bila tuntutan mereka tidak segera dipenuhi. "Kami tidak menuntut berlebihan. Warga hanya ingin membuka sawah, meminta perusakan lingkungan dihentikan," tutur Ratno Budi.
Wakil Bupati Bangka Selatan, Nursamsu, berjanji akan meneruskan aspirasi warga. Pemkab tidak bisa begitu saja memenuhi aspirasi itu karena harus berkoordinasi dengan pihak lain. Perizinan pertambangan dikeluarkan oleh pusat.
Sementara Kepala Humas PT Timah, Wirtsa Firdaus, mengatakan, TB Nudur bagian dari kawasan pertambangan nomor register DU 1541. Total areal DU 1541 mencapai 63.000 hektar, dan izin pertambangannya dikantongi PT Timah sejak 1995. Areal DU 1541 mencakup Kabupaten Bangka Selatan dan Bangka Tengah  
PT Timah juga sudah menawarkan lahan pengganti. Tawaran itu sedang disosialisasikan kepada warga. " Mohon dipahami, kami menambang di wilayah yang sesuai dengan izin resmi. Aktifitas kami sudah memenuhi semua persyaratan. Bahkan, PT Timah sudah menawarkan solusi untuk warga desa," ujarnya.
Wirtsa menegaskan, proses penambangan di TB Nudur tidak melanggar aturan apapun. Karena itu, kurang tepat bila ada yang mempermasalahkan penambangan di wilayah itu.
"Kami mengikuti aturan saat mengurus izin. Kami juga mengikuti aturan saat menambang. Manfaat kami salurkan ke pemerintah dan masyarakat dalam bentu k pajak, royalti, CSR, serta bantuan-bantuan lagi pada masyarakat," kata Wirtsa.

Rabu, 19 Oktober 2011

Cabut WIUP PT Timah!


  • FPB dan Walhi Gelar Demo
  • 4000 Ha Hutan Diklaim PT Timah
  • Wabup Janji Tindaklanjuti

TOBOALI – Sepertinya kesabaran para petani Desa Bencah, Kecamatan Air Gegas Kabupaten Bangka Selatan, mulai terkikis menghadapi konflik sengketa lahan yang tak berkesudahan dengan PT Timah (Persero), Tbk. Rabu kemarin (19/10), kekesalan sembilan kelompok tani Desa Bencah memuncak.
Didampingi Eksekutif Daerah Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Bangka Belitung, sembilan kelompok tani Desa Bencah yang tergabung dalam Forum Petani Bencah (FPB) bersama ratusan masyarakat Desa Bencah lainnya, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Bangka Selatan (Basel).
Ratusan warga yang tiba sekitar pukul 10.00 Wib, berkumpul di sebelah kiri halaman Kantor Bupati Basel. Turut hadir dalam rombongan massa tersebut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangka Selatan, Djulaili Romli.
Mereka membentangkan spanduk dan karton bertuliskan “Selamatkan Lahan Desa Bencah dari Cengkraman PT Timah”, “Tolak Tambang TB Nudur di Desa Bencah”, dan “Realisasikan Basel sebagai Kawasan Lumbung Pangan”, dalam aksi protes kemarin.
Di penghujung orasi, FPB dan Walhi Babel melayangkan pernyataan sikap, meminta DPRD Bangka Selatan untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan agar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Tambang Timah di Desa Bencah yang pernah diterbitkan, untuk segera dicabut.
Direktur Walhi Babel, Ratno Budi menyebutkan alasannya, Desa Bencah yang terletak di Kecamatan Air Gegas Kabupaten Bangka Selatan sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Departemen Pertanian RI melalui Pemkab Basel tahun 2010 lalu telah menetapkan Desa Bencah sebagai lahan persawahan seluas 225 Ha untuk mendukung Swasembada Besar 2015.
“Namun lahan yang telah ditetapkan SID (Survey Investigation Design) Cetak sawah ini berbenturan dengan WIUP PT Tambang Timah. Padahal jelas tahun 2010 lalu Bupati Bangka Selatan telah mengeluarkan surat penghentian sementara segala aktivitas PT Tambang Timah karena masih dalam konflik,” katanya.
Ironisnya, jelas Uday sapaan Ratno Budi, meski secara tersurat diminta untuk berhenti, tapi dalam hasil investigasi Walhi ditemukan masih adanya aktivitas pembukaan areal tambang oleh PT Timah melalui perusahaan anaknya PT Tambang Timah di Desa Bencah.
Bahkan pembukaan lahan tersebut telah melebar seluas 18,4 Ha. Tidak hanya itu saja, saat ini, sisa luas hutan di Desa Bencah yang dulunya seluas 5000 Ha pun, telah diklaim oleh PT Tambang Timah seluas 4000 Ha.
Lebih jauh Uday mengatakan, hampir semua lahan tersebut telah diekstraksi menjadi kawasan pertambangan timah dan belum direklamasi, rehabilitasi atau dipulihkan sama sekali oleh PT Timah.
“Belum lagi kondisi yang sangat miris yang harus menimpa 5300 jiwa Desa Bencah yang dahulu sangat menghormati dan menjaga ekosistem aliran dan anak cabang Sungai Mang, yang kini sudah hilang. Kondisi beberapa anak Sungai Mang ternyata tidak luput dari pencemaran limbah pertambangan timah,” papar Uday.
Melihat kondisi krisis lingkungan dan penurunan fungsi hutan serta anak sungai yang semakin mengkhawatirkan itu, Forum Petani Bencah dan Walhi Babel meminta Pemkab dan DPRD Basel segera mengkaji ulang WIUP dan IUP PT Tambang Timah di Desa Bencah.
Kemudian merealisasikan program cetak sawah petani, meminta tanggungjawab PT Timah atas kerusakan hutan, sungai dan lingkungan di Desa Bencah serta mewujudkan Bangka Selatan sebagai kawasan lumbung dan swasembada pangan di Provinsi Bangka Belitung.
Uday menyesalkan persoalan sengketa lahan antara kelompok tani Bencah dan PT Timah yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun lalu, namun belum mendapat respon yang baik dari Pemkab Basel maupun PT Timah Tbk. Yang ada PT Timah terus melakukan eksploitasi di kawasan pangan Desa Bencah.
“Ini bentuk perlawanan kaum petani lantaran respon dari Pemkab Basel yang terbilang lamban. Konflik ini telah muncul sejak pertengah tahun lalu, tetapi penyelesaian belum ada. Ironisnya 93 Ha dari 225 Ha lahan cetak sawah Desa Bencah merupakan lahan 9 kelompok tani Desa Bencah, sudah mulai ditambang,” jelasnya.
Usai pendemo berorasi, Wakil Bupati Bangka Selatan Nursamsu didampingi Sekda Ahmad Damiri yang diminta pendemo untuk berdialog, datang menemui massa. Meski diguyur hujan deras, dialog Wabup dan Sekda bersama FPB dan Walhi Babel tetap berjalan.
Wabup berjanji menindaklanjuti aspirasi petani Bencah dan Walhi Babel yang meminta aktivitas tambang timah milik PT Timah di Desa Bencah dihentikan.
Selain itu, Wabup Basel dan Wakil Ketua DPRD Basel juga menandatangani kesepakatan bersama yang menyatakan, akan bersama-sama mengevaluasi tuntutan masyarakat Desa Bencah tentang konflik lahan persawahan dan pertambangan PT Tambang Timah.
Terlepas dari itu, Kamis (20/10) hari ini, akan digelar pertemuan kembali membahas konflik ini dengan mengajak Walhi Babel di gedung DPRD Basel. Pertemuan tersebut dituangkan dalam surat yang disampaikan Wakil Bupati Basel kepada Ketua DPRD Basel.
Pantauan wartawan harian ini pada aksi demonstrasi kemarin, ratusan petani tampak kesal dengan PT Timah. Mereka bahkan ada yang menghujat PT Timah serakah dan tidak lagi memikirkan rakyat kecil seperti petani. Namun aksi berjalan damai, dengan kawalan puluhan anggota Polres Basel dan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Pemkab Basel.
Untuk mengingat kembali, konflik antara Kelompok Tani Desa Bencah dan PT Tambang Timah ini bermula dari aktivitas tambang di TB Nudur yang berbenturan lokasi dengan lahan persawahan pada program ketahanan pangan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan. PT Tambang Timah melarang masyarakat melakukan cetak sawah. Sementara kelompok tani juga melarang penambangan.
Anggota DPRD Basel sudah berulangkali meminta Pemkab menghentikan sementara aktivitas eksplorasi PT Tambang Timah di TB Nudur sampai persoalan dengan Kelompok Tani Desa Bencah diselesaikan. Tujuannya agar tidak terjadi tindakan anarkis oleh kelompok tani terhadap penambangan itu.
Sebenarnya masalah ini sudah pernah terjadi sebelumnya yakni PT Timah mengklaim bahwa lokasi cetak sawah dalam SID berada di WIUP PT Timah. Dan waktu itu melalui dinas terkait sudah ada kesepakatan bahwa 75 ha lokasi cetak sawah yang berada di IUP ini direlokasi ke area lain yang memiliki struktur tanah, tingkat keasaman yang sama dengan lokasi sebelumnya.
Kala itu, PT Timah secara tidak tertulis menyanggupi untuk membantu proses pembukaan lahan sebagai bentuk Corporate Social Responsibility-nya. Namun pada proses pelaksanaannya, PT Timah justru menghentikan kelompok tani yang sedang menggarap percetakan sawah dengan dalih petani sudah masuk dan menggarap WIUP PT Timah, selain itu jumlah lahan tidak sesuai lagi dengan kesepakatan awal.
Dewan menyesalkan sikap arogansi PT Timah itu. PT Timah juga dianggap melanggar kesepakatan. Disayangkan pula lahan yang dibuka PT Timah merupakan kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai), yang menurut undang-undang tidak dibenarkan untuk ditambang. (raw/1)

Massa Sampaikan Lima Point Tuntutan Kepada Bupati dan DPRD




Demo_Basel.jpg
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Ratusan warga Desa Bencah Kecamatan Airgegas Bangka Selatan tergabung dalam beberapa kelompok tani melakukan aksi demonstrasi di halaman depan kantor Bupati Bangka Selatan, Rabu (19/10/2011). Meski sempat diguyur hujan, massa tetap semangat menyuarakan aspirasi agar aktifitas tambang TB Nudur milik PT Timah Tbk dihentikan.

Dalam orasi, massa didampingi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung yang dikoordinir Ratno Budi selaku Direktur Walhi. Setidaknya ada lima tuntutan yang disampaikan massa. Pertama, pemerintah dan DPRD Bangka Selatan diminta mengkaji ulang IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang dimiliki PT Timah atas TB Nudur. Massa juga menuntut segera direalisasikan petak sawah di Desa Bencah.

Selain mengkaji ulang, massa merekomendasikan pencabutan IUP PT Timah, meminta tanggung jawab PT Timah atas kerusakan hutan, sungai, dan lingkungan di desa Bencah, dan mewujudkan sebagai kawasan lumbung dan swasembada pangan propinsi Babel.



Pejabat dan Petani Rela Basah Kuyup



Petani_Pejabat.jpg
BANGKAPOS.COM/SYAFRUDDIN
Suasana saat orasi Forum Petani Desa Bencah Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selata, Rabu (19/10/2011)

Laporan Wartawan Bangkapos, Syafruddin
BANGKAPOS.COM, BANGKA--
 Suasana saat orasi Forum Petani Desa Bencah Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selata, Rabu (19/10/2011) berlangsung saat hujan tidak menghalangi masing-masing pihak untuk  bersama turun ke lapangan.

Pantauan bangkapos.com, sejumlah pejabat antara lain; Wakil Bupati, Sekda, Wakil Ketua DPRD, dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi turun menghampiri kerumunan massa, yang merupakan para petani setempat

Empat pejabat ini pun rela basah kuyup, sesekali ajudan menutupi kepala mereka dengan Payung, dibantu terpal.



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/19/pejabat-dan-petani-rela-basah-kuyup

Ribuan Petani Bencah Bersiap Demo


BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Gelombang  protes penolakan warga Desa Bencah Kecamatan Airgegas Bangka Selatan terhadap aktivitas Tambang Besar (TB) dilakukan oleh sebuah perusahaan timah di atas lahan cetak sawah digelar, Rabu (19/10/2011) sekitar pukul 10.00 WIB.

Bentuk  penolakan akan disertai aksi besar-besaran warga ke gedung DPRD, Kantor Bupati Bangka Selatan, dan lokasi tambang sengketa itu.Direktur Wahana Lingkungan Hidup Bangka Belitung, Ratno Budi, kepada Bangkapos.com, Selasa (18/10/2011), membenarkan rencana aksi massa yang bakal digelar besok, Rabu (19/10/2011).Menurut Ratno, diperkirakan sebanyak 3000 warga di bawah bendera Forum Petani Bencah akan menduduki Pemkab, DPRD Bangka Selatan dan  lokasi tambang timah."Ini merupakan 31 tahun  Walhi Pulihkan Indonesia, Pulihkan Babel," kata Ratno.Bahkan ironisnya lagi, jelas Ratno, sebanyak 93 hektar dari total 225 hektar yang merupakan lokasi sembilan kelompok tani yang terorganisir dalam Forum Petani Bencah."Perlawanan kaum tani di desa Bencah untuk kembali merebut tanah yang sekarang merupakan IUP milik perusahaan tambang," ujar Ratno.

PT Timah Tak Gubris SP Ketua DPRD Basel

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- PT Timah Tbk disebut tidak menggubris surat peringatan (SP) yang dikirimkan Ketua DPRD Bangka Selatan, Ansory Norman. SP itu terkait sengketa lahan warga Desa Bencah, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan dengan PT Timah.

Demikian disampaikan anggota DPRD Bangka Selatan Kapid Maid kepada bangkapos.com, Senin (17/10/2011). Kapid mengatakan SP Ketua DPRD Basel dikirim pada 6 Oktober 2011.

"Ya tidak digubris. Bupati dan DPRD aja tidak dihormati apalagi rakyat," sesal Kapid pada Bangkapos.com, Senin (17/10/2011).

Menurut Kapid, sikap PT Timah telahh melukai hati rakyat Basel. Khususnya, warga Desa Bencah. Sebagai perusahaan milik negara, Kapid menilai semestinya PT Timah memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Apalagi surat peringatan itu berisi penghentian sementara aktivitasnya, sembari menunggu hasil musyawarah mufakat warga Desa Bencah dengan PT Timah.



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/17/pt-timah-tak-gubris-sp-ketua-dprd-basel

Rabu, 12 Oktober 2011

Walhi Lapor Kemenhut Untuk Gagalkan PLTN


BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Direktur Eksekutif Walhi Babel Ratno Budi kembali menegaskan penolakan mereka terhadap rencana pembangunan PLTN di Pulau Bangka. Dalam waktu dekat Walhi Babel akan menghadap Kementerian Kehutanan untuk merekomendasikan agar kawasan Teluk Inggris, Muntok, Kabupaten Bangka Barat yang akan dijadikan lokasi pembangunan PLTN tidak dialihfungsikan.

Pihaknya mensinyalir kawasan tersebut mulai dikuasai oknum-oknum yang akan mengambil keuntungan dengan pembebasan lahan tapak PLTN nanti jika jadi dibangun."Ini akan kita sampaikan ke kementerian kehutanan dalam upaya menggagalkan rencana pembangunan PLTN di Pulau Bangka," ungkap Ratno Budi yang akrab disapa Uday kepada bangkapos.com, Rabu (12/10/2011).Walhi juga meminta pihak Surveyor Indonesia (SI), selaku pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana survei kelayakkan, untuk terbuka dalam menyampaikan hasil survei mereka kepada publik.Tidak hanya mengenai survei studi yang bersifat teknis, tapi juga sosial budaya termasuk penolakan masyarakat terhadap PLTN."Masyarakat juga perlu tahu berbagai informasi yang mendetail berbagai kegiatan mulai dari awal mengenai PLTN," katanya.

WALHI Pertanyakan PLTN Masuk RTRW Babel

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mempertanyakan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimasukkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bangka Belitung. Padahal menurut mereka kajian belum ada hasil.

Sebagaimana diketahui saat ini feasibility study tapak PLTN di Bangka Belitung sedang dilakukan. Sehingga dengan pencatuman PLTN dalam RTRW dirasakan janggal.

Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi menjelaskan belum ada hasil kajian kalau Bangka Belitung layak untuk PLTN. "Ini dipertanyakan, mengapa kemudian RTRW ini dihubung-hubungkan dengan PLTN yang kajiannya belum selesai," kata Ratno, Rabu (12/10/2011).

Bahkan pihaknya berani berujar kalau Indonesia termasuk Bangka Belitung tidak layak untuk pembangunan PLTN. "Pakar nuklirpun berkata demikian," kata Ratno.

Khusus untuk Bangka Belitung, yang menurutnya mempunyai track record pengelolaan alam yang buruk perlu menjadi perhatian. Dimana persoalan lingkungan sampai saat ini belum terselesaikan.

"Apalagi dengan PLTN, solusi krisis lingkungan di Bangka Belitung belum selesai. Ini patut dipersoalkan," kata Ratno.



http://bangka.tribunnews.com/2011/10/12/walhi-pertanyakan-pltn-masuk-rtrw-babel

Walhi Minta Teluk Inggris tak Dialihfungsikan

Laporan Wartawan Bangka Pos Deddy Marjaya
Ratno_Walhi.jpg
BANGKAPOS.COM/DEDDY MARJAYA
Ratno Budi
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Direktur Ekesekutif Walhi Bangka Belitung Ratno Budi kembali menegaskan untuk menolak rencana pembangunan PLTN di Pulau Bangka. Utamanya, terkait kawasan Teluk Inggris yang bakal dijadikan lokasi pembangunan PLTN untuk tidak dialihfungsikan. 

"Masyarakat juga perlu tahu berbagai informasi yang mendetail berbagai kegiatan mulai dari awal mengenai PLTN," kata Ratno Budi yang akrab disapa Uday kepada bangkapos.com, Rabu (12/10/2011)

Selain itu, kata Uday patut juga diungkap hasil studi menyangkut sosial budaya, termasuk penolakan masyarakat terhadap PLTN. 

"Ini akan kita sampaikan ke kementerian kehutanan dalam upaya menggagalkan rencana pembangunan PLTN di Pulau Bangka," kata Ratno.

http://bangka.tribunnews.com/2011/10/12/walhi-minta-teluk-inggris-tak-dialihfungsikan

Selasa, 11 Oktober 2011

Menyabung Nyawa Demi Timah


Menyelam
Menyelam
KBR68H - Demi segenggam timah, para penambang liar di Bangka-Belitung menyelam ke dasar laut dengan alat bantu nafas dari mesin kompresor. Udara untuk angin ban kendaraan ini mengisi paru-paru mereka selama beberapa jam di dalam air. Aktivitas pertambangan timah liar ini sudah berlangsung belasan tahun. Korban jiwa terus berjatuhan tanpa perhatian serius dari pemerintah setempat. Reporter KBR68H Pebriansyah Ariefana datang langsung melihat cara kerja petambang liar timah di Pulau Bangka.



Cara Kerja Tambang Liar
Siang itu Mahdi menghidupkan mesin pompa di atas jermal di lepas pantai Rambak, Sungailiat, Bangka Belitung. Mahdi adalah satu dari puluhan penambang timah bawah laut di daerah itu.
Dihidupkannya mesin pompa menjadi penanda, kalau perburuan pasir timah di dasar laut Bangka dimulai. Mahdi yang kini berusia 40-an tahun itu sudah delapan tahun menggeluti pekerjaannya menambang timah di laut Bangka.
Sambil berdiri di atas bagan apung berukuran 2 kali 3 meter Mahdi menjelaskan cara kerja menambang timah di dasar laut. Tubuh kami tergoyang karena ombak yang terus menghantam bagan yang hanya terbuat dari papan dan tong.
“Ada mesin, kompresor, ada juga ulir. Sebelum nambang biasanya... sebelum kerja kita kontrol peralatan biar semua sudah oke baru mulai operasi. Kalau kita kerja doang, namanya juga kita di dalam air kan takut ada apa-apa.”
Menyiapkan kompresor
Menyiapkan kompresor
Untuk mendapatkan pasir timah, Mahdi harus menyelam ke dasar laut yang dalamnya mencapai belasan meter. Ia bertugas mengatur posisi selang besar yang terhubung ke mesin penyedot pasir laut ke dalam bak besar di atas jermal kayunya.
“Kalau nggak ada timah yah kita cari lagi. Kadang-kadang sehari itu 10 lobang. Kadang 5 lobang, tergantung adanya timah. Kalau semua sudah disedot. Kan di atas ada orang, kawan. Kalau ada timah dia kasih kode. Bervariasilah tergantung ada orangnya. Kalau gak ada timah, kita lama di dalamnya. Inikan nggak dalam.”
Mahdi harus menyelam selama 4 jam untuk memastikan semua pasir terhisap. Selama itu, Mahdi hanya mengandalkan udara dari kompresor untuk bernafas. Udara itu mengandung karbon-monoksida, bukan oksigen. Udara tersebut adalah angin yang biasa dipakai untuk memompa ban kendaraan bermotor.
“Dia kalau nggak ada angin nggak bisa menyelam. Angin kalau kecil kita nggak bisa nyelem, nafas kita sesak, jadi harus standar. Kalau anginnya kosong, sedikitlah yah nggak besar, nanti penyelam itu pernafasannya terganggu. Cuma kalau orang baru-baru itu merasa sakit di telinga. Di telinga itu memang merasa sakit kalau orang baru-baru. Sakitnya kayak ditekan, sakit sekali itu. Kalau sudah sakit kita menelan ludah sendiri, baru dia keluar angin dari hidung. Pleenngg, plong kita. Cuma kesulitannya kalau kita lagi sakit, kayak pilek itu jangan dipaksa karena bisa keluar darah dari hidung.”
Setelah pasir berhasil tersedot ke atas perahu, dua rekan kerja Mahdi mulai memilah-milah pasir timah. Mereka mengayak pasir tersebut sambil disemprotkan air. Pasir laut yang berwarna putih akan kembali mengalir jatuh ke laut. Sedangkan pasir yang berwarna hitam akan tetap berada di atas bak penampungan. Pasir itu adalah pasir timah.
Mahdi menjelaskan ciri-ciri timah yang bagus, “Dia agak halus. Bervariasilah, ada yang bagus itu kasar biru. Ini kalau harga tinggi lumayan nih. Kalau timah Rp 80 ribu, ini bisa Rp 100 ribu nih. Kalau yang ini paling Rp 50 ribuan.”
Memilah Pasir Timah
Memilah Pasir Timah
Mahdi dan dua rekannya setiap hari melakukan pekerjaan itu dari pagi sampai sore hari. Pasir timah yang terkumpul akan dijual ke pengepul atau cukong. Setelah itu pengepul tersebut akan menjualnya kembali ke perusahaan pengolahan timah, yaitu PT Timah Indonesia.
Mahdi dan kedua rekannya sadar kalau pekerjaan mereka sangat berbahaya.
“Pernah tangan kejepit batu. Pernah kejepit, kan itu bolong, jadi tangannya kejepit batu. Kalau bisa jangan kerja kayak begini lah. Bahaya lainnya, yah tertimpa tanah, kalau saya sih belum pernah. Cuma kan kalau orang ambisi cari timah walau tanah dalam, ya itulah ambisinya tertimpa tanah dan mati. Kebanyakan sih orang merantau. Yang banyak sih orang merantau, dari Palembang, Jawa, Buton. Kalau orang asli sini gak berani lah sampai begitu nekat.”
Mahdi menambahkan, “Kalau semakin dalam itu timahnya semakin banyak. Inilah Bangka. Kalau kata orang di Bangka ini... di bawah kaki kita duit, di bawah badan kita duit, apa artinya? Kita berdiri di bawah ada timah. Kita tidur di bawah ada timah.”
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, perahu kayu motor seorang nelayan pun menjemput Mahdi dan dua temannya untuk kembali ke darat. Perburuan hari ini hanya membuahkan 5 kg pasir timah.
Bagai Kawin Siri
Praktik pertambangan timah liar di Bangka Belitung mulai marak sejak tahun 2000 ketika Bangka Belitung menjadi provinsi baru. Saat masih menjadi bagian dari Sumatera Selatan, praktik tambang timah hanya dilakukan oleh PT Timah. Peraturan mengendur dan saat ini ada sekitar 30 ribu lebih penambang timah dasar laut atau Tambang Inkonvensional Apung di perairan Bangka.
Kepala Dinas Kesehatan Bangka Belitung Hendra Kusumajaya memaparkan bahaya yang mengancam pekerja tambang timah dasar laut liar dari sisi kesehatan.
“Mereka menyelam mempengaruhi sistem indra mereka. Dengan kompresor itu bisa keracunan CO-nya, dengan menyelam tanpa dilindungi alat penyelam akan mempengaruhi telinga, matanya, kemudian pernafasan. Jadi penyakit-penyakit dekompresi itu menghinggapi mereka. Mula-mula syarafnya, pendengaran hilang. Tidak bisa jalan, lumpuh. Nah ini harus ada penanganan khusus dengan hyperbaric chamber itu.”
Sementara itu, kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah dasar laut terlihat jelas dari udara. Dari dalam pesawat tampak warna air laut di pesisir pantai Bangka berwarna abu-abu. Itu diakibatkan pasir laut yang terurai dan menyebabkan air laut keruh. Kekeruhan itu hanya berjarak 500 meter dari bibir pantai. Selebihnya air laut berwarna biru.
Direktur Walhi Nasional Berry Nahdian Furqan mengatakan kekeruhan laut itu berdampak buruk terhadap biota laut.
“Kalau ikan itu kan insangnya susah bernafas atau lainnya. Begitu juga biota-biota laut yang lain. Itu baru soal kekeruhan saja, kemudian terpaparnya zat kimia yang ada di dalam tanah. Kemudian juga dari pengolahan yang dilakukan.”
Direktur Walhi Bangka Belitung Ranto Uday melihat ada pembiaran dari pemerintah terhadap kerusakan lingkungan tersebut.
“Penetapan wilayah pertambangan sebelum izin keluar harus ditetapkan dulu ini wilayah pertambangan bukan? Sudah ada izin lingkungan belum? Semua harus melewati prosedur sebelum mendapatkan dokumen amdal. Perusahaan harus mendapatkan izin lingkungan. Izin lingkungan ini harus melewati kajian yang komperhensif. Apakah lingkungan itu bisa dibuka untuk areal pertambangan? Atau misalnya sosial ekonomi atau sosial budayanya mendukung? Jika ini dikaji dokumen amdalnya sudah bisa dikeluarkan. Artinya bisa dikeluarkan dokumen amdal. Di Bangka Belitung izin itu tidak dilakukan. Makanya aktifitas illegal di Bangka Belitung marak terjadi. Yang kami sinyalir memang bukan hanya pemerintah yang tidak berbuat apa-apa, aparat penegak hukum juga tutup mata.”
Namun Kepala Dinas Kesehatan Bangka Belitung Hendra Kusumajaya mengatakan pemerintah tidak membiarkan begitu saja penambangan liar yang terjadi.
“Ada syarat-syarat membuka tambang-tambang itu, itu sudah ada. Ada kewajiban dan ada juga syarat. Itu sudah ada semua. Tapi yang namanya rakyat luas dan liar mereka bisa saja membuka tambang-tambang rakyat itu. Lalu ditinggal begitu saja, jadi kucing-kucingan yah. Aturannya tetap ada. Mereka tak terkendali karena tanpa ijin. Dan membahayakan dirinya sendiri. Apalagi didukung oleh teknologi yang sederhana sekali yah. Jadi mereka dengan kompresor menyemprot tanah dan terjadi rongga penggalian itu. Pertama saja bisa ditimbun tanah akibat penggalian itu sendiri. Itu membahayakan mereka sendiri. Sudah ada berapa kasus yang tertimbun tanah. Jadi menggali lobang kuburannya sendiri. Tapi kita tidak bisa serta merta melarang keinginan masyarakat.”
Kembali ke Mahdi. Mahdi mengaku tidak punya pilihan selain bekerja sebagai penambang. Bahaya akan ia hadapi.
“Kita tukar pikiran saja, kata orang ilegal, kita ini kayak orang kawin sirih. Menurut agama sah, menurut pemerintah tidak sah kan. Kayak gini kan, menurut agama kita dianjurkan untuk mencari nafkah. Menurut agama halal penghasilan kita ini, tapi menurut pemerintah lain juga kan? Katanya ilegal, tapi kan kita nggak nyolong. Kalau kita kerja kan semua ada resikonya, baik di darat, di laut dan di udara.”
Hal yang sama diakui teman seprofesi Mahdi, Samsiar. Samsiar menganggap kebutuhan hidup di Bangka relatif tinggi. Dengan menambang Timah, Samsiar sudah bisa menghidupi keluarga dan membangun rumah yang nyaman.
“Kalau dulu itu susah, kerja serabutan. Kan anak sekarang sudah besar-besar. Kadang kerja kadang nggak, kalau jadi supir, dapat berapa sehari. Cuma Rp 30 ribu. Semenjak ada TI ini berubah hidup. Rumah aja dulu pakai kayu, sekarang pakai beton, biarpun kecil.”